: :

Navbar Bawah

Senin, 21 Desember 2009

FENOMENA ANAK INDIGO

Banyak anak-anak istimewa lahir di milenium baru ini dengan berbagai kelebihan supranatural. Mereka kebanyakan mempunyai kepekaan indera keenam, melebihi anak seusianya. Anak indigo, demikian mereka biasa disebut, ternyata mempunyai misi khusus di dunia ini. Apakah anak indigo itu dan misi yang mereka emban ?Beberapa waktu yang lalu, beberapa media massa ibu kota mengulas habis seorang anak “sakti”. Gadis cilik bernama Annisa itu sangat mengagumkan dalam menunjukkan kelebihan olah bathinnya. Bocah berusia 5 tahun tersebut begitu luar biasa menguasai bahasa asing seperti Inggris, Arab, atau Belanda. Padahal secara informal orang tuanya tidak pernah mengajarkan bahasa-bahasa tersebut. Bahkan kecerdasan anak ini di atas rata-rata anak seusianya. Akibat kelebihan yang satu ini, membuat Annisa tidak bisa sekolah secara formal seperti kebanyakan anak. Kecerdasannya yang melebihi teman sekelasnya, membuat dia tidak betah belajar di kelas.

Secara spiritual, Annisa juga mempunyai kelebihan. Dia sanggup menyembuhkan berbagai penyakit. Setiap hari ada saja orang datang untuk minta pertolongan. Jangan heran jika kemudian dia menjadi instruktur sebuah klub meditasi. Malam-malam si kecil ini juga selalu

dilewatkan dengan ritual meditasi. Rata-rata Annisa baru tidur pukul 02.00 dini hari, setelah meditasi yang panjang. Dengan olah bathinnya tersebut, Annisa mampu mendeteksi hawa jahat di udara. Di mana ada hantu atau kekuatan jahat lainnya, Annisa sanggup melihatnya.

TAHAPAN ZAMAN

Annisa hanya satu contoh saja. Ada banyak anak-anak demikian yang saat ini telah terlahir. Anak-anak dengan kemampuan seperti Annisa bukan hal yang baru di dunia tetapi fenomenanya semakin jelas 20 tahun terakhir ini. Beberapa film mengisahkan kemampuan anak dan manusia dewasa dengan kemampuan semacam itu, diantaranya “The Sixth Sense” dan film-film seri seperti “The X – Files”. Bahkan menurut dr. Tubagus Erwin Kusuma Sp KJ dari klinik Prorevital, fenomena anak dengan kepekaan indera keenam sangat wajar saat ini. Ada satu istilah untuk menyebut anak-anak ini yaitu anak indigo (indigo children).

Mengawali penjelasannya, dr. Erwin menerangkan, nama indigo diambil dari bahasa Spanyol. Indigo adalah warna keenam dari warna pelangi, campuran biru dan merah tua. Lantas mengapa dinamakan anak indigo ? “Penamaan berdasarkan warna ini diurutkan sesuai dengan perkembangan manusia. Seperti spektrum warna pelangi, perkembangan manusia juga ditandai dengan satu oktaf warna. Dimulai dari masa merah, jingga, kuning, hijau, biru, ungu, indigo (nila) dan putih.” Urai dr. Erwin.

Warna-warna tersebut mewakili cakra-cakra yang terdapat dalam tubuh eterik manusia. Cakra ini semacam corong energi yang letaknya di seluruh bagian tubuh, dari tubuh bagian bawah sampai kepala. Cakra berwarna merah berada paling bawah dan cakra berwarna putih di bagian paling atas atau ubun ubun kepala. Cakra ini berfungsi untuk menyerap energi dari luar atau memancarkan energi dari dalam tubuh.

Pada awal perkembangan manusia, cakra yang paling aktif adalah cakra berwarna merah. Pada jaman cakra merah manusia sangat aktif, manusia masih hidup nomaden di gua-gua, makan dari daging binatang buruannya
tanpa dimasak dan sebagainya. Kebutuhan dasar manusia pada jaman tersebut hanya seputar survival saja. Manusia masih hidup mengandalkan insting dasar mereka. Pada masa inilah awal diketemukannya api.

Perkembangan selanjutnya cakra tubuh manusia mulai aktif di sekitar cakra berwarna kuning. Cakra ini terletak di bagian perut. Manusia mulai menyadari arti penting dari movement. Kadang mereka harus bergerak dari kampung suku yang lama membuat kampung suku yang baru. Dalam kebutuhan bergerak ini kadang mereka harus membawa barang yang tidak sedikit. Jaman-jaman mereka melakukan eksodus disebut jaman kuning. Dalam jaman ini perkembangan teknologi sederhana seperti roda mulai ditemukan, namun kecerdasan manusia belum mengalami kemajuan berarti.

Lepas dari jaman kuning, manusia mulai memasuki masa biru. Cakra berwarna biru yang terletak di tubuh bagian atas (antara leher dan dada) lebih dominan. Manusia yang lahir pada jaman biru mempunyai kelebihan pemikiran. Orang sudah mulai menggunakan nalarnya. Pada masa biru, ilmu dan teknologi berkembang luar biasa. Bahkan boleh dibilang jaman ini adalah jaman revolusi teknologi. Mesin-mesin mulai bermunculan. Bola lampu, listrik atau penemuan besar yang menjadi awal peradaban modern dunia dimulai pada masa biru. Masa ini juga ditandai dengan lahirnya para ilmuwan semacam Einstein, Thomas Alfa Edison, James Watt, dsbnya.

Lepas jaman teknologi atau masa biru, manusia mulai memasuki jaman spiritual. Jika sebelumnya manusia hanya berkutat seputar fisik dan otak, kini manusia mulai masuk jaman yang menuntut sesuatu yang abstrak. Spiritual manusia mulai diasah. Cakra manusia mulai bergeser
ke atas, tepatnya di dahi. Di sinilah terletak cakra keenam manusia yaitu cakra yang berwarna indigo. Warna indigo ini adalah percampuran
warna biru dengan merah. “Di atas satu oktaf cakra manusia masih ada satu oktaf lagi. Di atas warna ungu, orang sering sebut ultra ungu. Gabungan warna biru dengan merah dari oktaf warna atas inilah muncul warna nila atau indigo, ” jelas dr. Erwin.

ANAK-ANAK ISTIMEWA

Sesuai dengan perkembangan manusia sejak awal penciptaan, kelahiran anak indigo memang sudah menjadi sebuah kepastian. Ketika memasuki tahun 2000 di kalender masehi, kita memasuki milenium baru. Namun dari sudut perkembangan manusia, tahun 2000 menjadi titik tolak memasuki new age, jaman baru. Jaman yang disebut jaman spiritual atau jaman indigo. Para psikolog yang mendalami fenomena anak-anak indigo seperti dr. erwin menyebut milenium ini sebagai milenium spiritual. Seperti halnya pada jaman biru yang ditandai dengan kelahiran anak- anak berotak cemerlang, milenium spiritual juga ditandai dengan kelahiran anak-anak yang mempunyai kelebihan spiritual. Anak-anak yang baru lahir ini mempunyai cakra dominan warna indigo. Sebutan anak indigo diberikan oleh Nancy Ann Tappe, seorang psikolog yang mendalami anak-anak demikian ini.

Karena cakra yang dominan pada bagian dahi, jika cakra tersebut divisualkan, seolah anak indigo mempunyai mata ketiga. Namun pada realitas spiritual, anak indigo memang mempunyai mata ketiga. Dengan mata ketiga atau mata spiritual ini, anak indigo sering kali disebut orang awam sebagai anak sakti. Mereka sanggup melihat masa lalu bahkan masa depan. Dengan kemampuannya, mereka dapat melihat mahluk atau barang yang tak kasat mata seperti ruh misalnya. Dalam istilah ilmiah mereka mempunyai ESP (Extra Sensory Perception), yang dalam bahasa sehari-hari kita sebut indera ke-enam.

Meski secara fisik anak indigo tidak berbeda dengan bocah-bocah lainnya, namun secara spiritual ruh mereka telah mengalami kematangan. Tidak heran jika mereka ini kedapatan sangat bijak. Kadang berbicara seperti orang tua dengan hikmat luar biasa. Menasehati orang yang lebih tua dengan kata-kata bijak yang tidak mungkin diucapkan oleh bocah seusianya. Bahkan orang tuanya sekalipun kalah bijak dengan anak indigo ini. Lalu kenapa ada anak terlahir dengan kematangan spiritual melebihi orang awam ? Semua bertolak dari proses reinkarnasi. Para psikolog yang mendalami masalah indigo percaya, proses reinkarnasi benar-benar ada. Anak-anak indigo ini adalah adalah ruh yang telah berkali-kali mengalami inkarnasi. Lewat proses inkarnasi yang berulang inilah ruh-ruh mereka belajar dan mengalami penuaan jiwa (old soul). Tidak heran jika kemudian anak-anak dengan old soul ini sanggup melihat masa lalunya sendiri atau kehidupan past life orang lain. Dr. Erwin mencontohkan, seorang anak indigo telah melihat masa lalunya sebagai orang Amerika yang dahulu meninggal karena pesawatnya jatuh.

EVOLUSI SPIRITUAL

Terlepas dari segala kelebihan anak – anak indigo, mereka diyakini datang ke planet ini dengan membawa misi. Seperti halnya para ilmuwan di jaman biru yang merobah dunia dengan teknologi, anak indigo akan merombak dunia dengan terlebih dahulu menata spiritual manusia. Seperti diketahui, dalam kehidupan beragama setiap umat mempunyai dimensi spiritual yang dirayakan dengan cara-cara yang disebut ritual. Ada kalanya ritual ini malah bertentangan dengan esensi /hakekat spiritual itu sendiri seperti cinta kasih, perdamaian, kejujuran, tolong menolong, dll. Kadang dalam ritual agama, ada pandangan yang menghalalkan darah dari kelompok lain, mengkafirkan orang lain, mengorbankan darah, berperang atas nama agama, dll. Di sinilah peran anak-anak indigo untuk membereskan semua ini. Tatanan yang tidak sesuai dengan esensi spiritual akan dirombak sampai akhirnya muncul masa kedamaian.

Sebelum masa milenium spiritual dimulai, sebenarnya sudah lahir anak- anak indigo. Namun jumlahnya tidak sebanyak sekarang. Mereka saat ini berumur 30-an tahun dan sering disebut “van guard” (pendahulu). Layaknya sebuah pasukan, van guard ini menjadi intel. Mereka membaca keadaan dunia sebelum akhirnya lahir anak-anak indigo dalam jumlah yang banyak di berbagai belahan bumi. Anak-anak indigo ini menjadi pasukan “penyerang”. Dengan kematangan spiritual yang dimiliki, meerka merombak tatanan sosial yang rusak. Perilaku umat manusia yang mengabaikan sifat-sifat mulia Sang Pencipta perlahan-lahan akan dikikis habis. Pekerjaan anak indigo ini akan berakhir dengan munculnya kedamaian di seluruh bumi. Namun proses perkembangan jaman belum usai. Anak-anak indigo hanya mempersiapkan jalan bagi munculnya era berikutnya. Setelah keberhasilan “pasukan penyerang” ini, muncullah anak-anak kristal (Crystal Children).

Anak kristal menjadi semacam “pasukan pendudukan”. Mereka mempunyai kelebihan layaknya indigo children namun tidak mempunyai daya untuk melawan. Tugas mereka adalah menjaga perdamaian dan membangun segala
sesuatu yang rusak akibat pertempuran anak indigo dengan tatanan dunia lama. Dalam usianya yang masih sangat belia, anak kristal bijak laksana pandita. Tidak ada kata-kata kasar, makian, umpatan yang keluar dari mulut mereka. Mereka hanya mempunyai kemampuan membangun. Seperti van guard indigo, anak-anak kristal juga mempunyai van guardnya sendiri. Menurut dr. Erwin, seorang anak kristal telah terlahir di China dari seorang ibu yang terjangkit HIV/AIDS. Ajaibnya dalam usia 6 bulan, virus HIV yang menjangkiti anak kristal ini hilang dengan sendirinya.

Ada 4 tipe anak indigo dengan kelebihan masing-masing. Tipe pertama adalah tipe interdimensional yakni anak indigo yang memiliki ketajaman indera keenam. Ada pula tipe artis. Anak indigo dari tipe ini amat menonjol di bidang seni dan sastra. Lalu tipe humanis yang mempunyai kelebihan untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Biasanya mereka menggunakan kemampuannya untuk menolong orang lain. Tipe terakhir adalah tipe konseptual. Mereka amat menonjol dalam merancang suatu program. Misalnya dalam rangka menyelamatkan perusahaan yang akan bangkrut atau membuat usaha baru yang booming dan mandatangkan keuntungan finansial bagi banyak orang.

BISA DILATIH

Tapi apakah kemampuan spiritual anak indigo bisa dipelajari ? Khusus untuk kemampuan indra keenam mereka, dr. Erwin memastikan bisa. Menurutnya manusia diciptakan dalam 3 bagian. Pertama diciptakan dalam bentuk ruh yang menjadi dasar kehidupan manusia. Lalu ruh ini dibuatkan solar body (tubuh matahari). Disebut tubuh matahari karena memang terbuat dari energi cahaya matahari. Tubuh matahari inilah yang sebut tubuh cahaya, tubuh eterik atau tubuh halus, karena tidak terlihat oleh mata biasa. Tubuh halus ini kemudian divisualkan dengan tubuh kasar manusia.

Dengan menggunakan kemampuan tubuh halus, manusia bisa memperoleh
indera keenam. Dengan latihan khusus, anak biasa pun bisa memancarkan
aura indigo. Disinilah kelebihan anak indigo. Mereka secara otomatis memancarkan aura indigo sejak lahir. Inti latihan kepekaan tubuh halus ini selalu bermuara pada relaksasi, mengistirahatkan tubuh kasar kita. Bisa dengan yoga, meditasi atau kegiatan sejenis. Dalam kegiatan ini sebenarnya kita berlatih untuk mengenal diri sendiri dan Sang Pencipta secara spiritual, tanpa terbelenggu oleh ritual tertentu. Namun anda jangan berharap kesaktian lebih dari latihan semacam ini karena kepekaan indera keenam seseorang tidak sama dengan orang lain. Ada yg peka sampai bisa melihat, mendengar, ada yg bisa meraba atau berkomunikasi melalui tulisan.

Pada anak kecil yang non indigo, sebenarnya mereka pun mempunyai kepekaan indera keenam. Namun kepekaan ini berkurang seiring dengan penggunaan otak kiri yang mulai intens, biasanya pada saat masuk sekolah. Sekolah-sekolah di Indonesia mengikuti pelajaran ala Barat. Dari awal masuk sekolah sudah diajari olahraga (otot) dan matematika (otak). Padahal sistem pendidikan kita dulu berbeda dengan mereka. Dahulu selain otot dan otak juga diajari kata-kata mutiara dan samadhi (relaksasi, mengistirahatkan otot dan otak). Tujuannya tetap menjaga kepekaan indera keenam. Itulah sebabnya kadang kala ada dukun yang memanfaatkan anak kecil untuk mendeteksi letak mahluk halus atau melihat perbuatan seseorang di masa lampau lewat ritual yang dilakukan si dukun.

Dikutip dari majalah LIBERTY 11-20 April 2005

— In mayapadaprana@yahoogroups.com, “r!d@” wrote:
> Berbeda, tetapi Bukan Anak “Aneh”
> Jakarta, Kompas
>
> SEPANJANG perjalanan menuju rumah nenek, Ardi, sebut saja begitu,
seperti tidak bergerak. Wajahnya pucat pasi. Ia terus menutupi
telinganya. Sang ibu tak berani mengusik anak sulungnya.
>
> “Saya sebenarnya heran, kok Ardi nangisnya sampai begitu waktu
mendengar kabar ibu saya meninggal. Enggak seperti anak kecil lain
yang kehilangan neneknya. Sedih ya sedih, tapi enggak gitu-gitu
amat,” ujar Dewi.
>
> BEGITU turun dari mobil, Ardi seperti terkesima melihat sesuatu di
pintu masuk. Ketika mencium jenazah neneknya, tiba-tiba ia kembali
menutupi telinganya dan tampak ketakutan. Pandangannya terus menuju
ke luar pintu. Setelah itu Ardi mengatakan kepalanya sakit, dan
tidak
ikut ke makam.
>
> Menjelang tengah malam, Ardi menanyakan apakah ibunya mendengar
suara petir siang tadi. Sang ibu menjawab, “Tidak.” “Masak Mama
enggak dengar, kan keras sekali dan terus- terusan, Ma,” kata Dewi
menirukan ucapan Ardi saat itu. “Sehabis itu Ardi menceritakan
semuanya,” lanjut Dewi. Selain petir, Ardi melihat burung besar di
pintu rumah sang nenek. “Burung itu enggak pergi-pergi,” ujar Ardi
seperti ditirukan Dewi.
>
> Saat mencium neneknya, Ardi melihat sang nenek berjalan menuju
sebuah gerbang. Saat itu Ardi mendengar suara petir lagi, yang lebih
keras dari sebelumnya, dan ia menyaksikan neneknya melangkah
melewati
gerbang, terus berjalan menuju tempat yang ia katakan “indah sekali”.
>
> Peristiwa itu bukan yang pertama, sehingga Dewi dan suaminya tidak
lagi terkejut mendengar penuturan anak mereka. “Dia sering melihat
macam- macam, tetapi biasanya diam. Ia hanya mau berbicara
sesudahnya, pelan-pelan dan hanya kepada orang tertentu,” sambung
Dewi.
>
> Usia Ardi kini menjelang 10 tahun. Di sekolah ia termasuk cerdas.
IQ-nya antara 125-130. “Tapi gurunya bilang ia suka bengong di
kelas,” sambung Dewi. Kepada ibunya, ia bercerita melihat macam-
macam
di sekolah, yang tidak bisa dilihat orang lain, di antaranya anak
tanpa anggota badan, dan ia merasa sangat kasihan.
>
> Suatu hari saat belajar di rumah ia tersenyum. Ketika ditanya oleh
sang ibu, ia mengatakan ada anak persis sekali dengan dirinya. Hari
berikutnya ia bercerita, anak itu datang di sekolahnya. Ketika
ditanya di mana ia tinggal, anak itu menjawab, “Di sana,” sambil
telunjuknya menunjuk ke arah atas. “Ada apa di sana?” tanya Ardi.
Anak itu menjawab, “Ada orang gede- gede buanget. Anak itu omongnya
juga medhok lho Ma, kayak aku, persis,” tutur Ardi seperti
diceritakan kembali oleh Dewi. Tentu tak ada orang lain
melihat “anak
itu” kecuali Ardi.
>
> Dewi dan suaminya memahami apa yang terjadi pada Ardi dan juga
adiknya. Beberapa anggota keluarganya juga memiliki kepekaan lebih
dibandingkan dengan orang kebanyakan. Pada Ardi hal itu sudah
terdeteksi saat masih bayi. “Kalau dengar suara azan, Ardi tampak
mendengarkan dengan penuh konsentrasi,” kenang Dewi. Menjelang usia
1,5 tahun, Ardi membaca kalimat syahadat secara sambung-menyambung
seperti wirid. Sesudah bisa jalan, sebelum usia dua tahun, ia mulai
mengambil sajadah sendiri, memakai sarung sendiri dan membuat
gerakan
seperti orang shalat, meskipun bukan waktu shalat.
>
> Toh tingkah laku Ardi membuat Dewi merasa agak risau. “Ia melihat
dan mendengar apa saja yang orang lain enggak bisa lihat dan enggak
bisa dengar,” katanya. Ia tidak menceritakan situasi anaknya itu
pada
setiap orang di luar keluarga. “Kalau enggak percaya bisa-bisa anak
itu dianggap berkhayal,” lanjutnya.
>
> Dewi tidak mengecap anaknya berkhayal, karena dalam beberapa hal
ia
juga memiliki kepekaan itu, meski hanya sampai tingkat
tertentu. “Suatu sore, sehabis shalat, saya merasa ada bayangan
putih. Ardi rupanya juga melihat karena ia tersenyum. Dia
bilang, ‘Ma, ada yang ngikutin, perempuan. Tapi orangnya baik
sekali.’ Ketika saya tanya siapa, Ardi tidak menjawab.”
>
> Suatu hari, Dewi membaca majalah yang menulis tentang tanda-tanda
anak indigo. “Lha saya pikir kok persis sekali sama anak saya. Lalu
saya berusaha menemui dr Erwin di Klinik Prorevital.”
>
> ANAK-ANAK dengan kemampuan seperti Ardi bukan hal yang baru di
dunia, tetapi fenomenanya semakin jelas 20 tahun terakhir ini.
Beberapa film mengisahkan kemampuan anak dan manusia dewasa dengan
kemampuan semacam itu, di antaranya The Sixth Sense, dan film-film
seri seperti The X Files.
>
> Menurut dr Tubagus Erwin Kusuma SpKj, psikiater yang menaruh
perhatian pada masalah spiritualitas, anak-anak seperti itu semakin
muncul di mana-mana di dunia, melewati batas budaya, agama, suku,
etnis, kelompok, dan batas apa pun yang dibuat manusia untuk alasan-
alasan tertentu.
>
> Fenomena itu menarik perhatian banyak pihak, karena dalam
paradigma
psikologi manusia, anak-anak itu dianggap “aneh”. Pandangan ini
muncul karena selama ini kemanusiaan telanjur dianggap sebagai hal
yang statis, tak pernah berubah. “Padahal, semua ciptaan Tuhan
selalu
berubah,” ujar dr Erwin.
>
> Sebagai hukum, masyarakat cenderung memahami evolusi tapi hanya
untuk yang berkaitan dengan masa lalu. “Fenomena munculnya anak-anak
dengan kemampuan seperti itu merupakan bagian dari evolusi kesadaran
baru manusia, yang secara perlahan muncul di bumi, terutama sejak
awal milenium spiritual sekitar tahun 2000 yang disebut Masa Baru,
The New Age, atau The Aquarian Age. Semua ini merupakan wujud
kebesaran Allah,” tegas Erwin.
>

> Fisik anak-anak indigo sama dengan anak-anak lainnya, tetapibatinnya tua (old soul) sehingga tak jarang memperlihatkan sifat orang yang sudah dewasa atau tua. Sering kali ia tak mau diperlakukan seperti anak kecil dan tak mau mengikuti tata cara maupun prosedur yang ada. Kebanyakan anak indigo juga memiliki indra keenam yang lebih kuat dibanding orang biasa. Kecerdasannya di atas rata-rata.
>
> Istilah “indigo” berasal dari bahasa Spanyol yang berarti nila.
Warna ini merupakan kombinasi biru dan ungu, diidentifikasi melalui
cakra tubuh yang memiliki spektrum warna pelangi, dari merah sampai
ungu. Istilah “anak indigo” atau indigo children juga merupakan
istilah baru yang ditemukan konselor terkemuka di AS, Nancy Ann
Tappe.
>
> Pada pertengahan tahun 1970-an Nancy meneliti warna aura manusia
dan memetakan artinya untuk menandai kepribadiannya. Tahun 1982 ia
menulis buku Understanding Your Life Through Color. Penelitian
lanjutan untuk mengelompokkan pola dasar perangai manusia melalui
warna aura mendapat dukungan psikiater Dr McGreggor di San Diego
University.
>
> Dalam klasifikasi yang baru itu Nancy membahas warna nila yang
muncul kuat pada hampir 80 persen aura anak-anak yang lahir setelah
tahun 1980. Warna itu menempati urutan keenam pada spektrum warna
pelangi maupun pada deretan vertikal cakra, dalam bahasa Sansekerta
disebut cakra ajna, yang terletak di dahi, di antara dua alis mata.
>
> “Itulah mata ketiga,” ujar dr Erwin. The third eye itu, menurut
dia, berkaitan dengan hormon hipofisis (pituary body) dan hormon
epificis (pineal body) di otak. Dalam peta klasifikasi yang dibuat
Nancy, manusia dengan aura dominan nila dikategorikan sebagai
manusia
dengan intuisi dan imajinasi sangat kuat.
>
> “Letak indigo ada di sini,” jelas Tommy Suhalim sambil menjalankan
perangkat teknologi pembaca aura, aura video station (AVS). Alat
yang protipenya dibuat oleh Johannes R Fisslinger dari Jerman tahun 1997
ini lebih canggih dibandingkan perangkat teknologi serupa yang
ditemukan Seymon Kirlian tahun 1939, dan Aura Camera 6000 yang
dibuat Guy Coggins tahun 1992 berdasarkan Kirlian Photography.
>
> Tom menunjukkan titik berkedip berwarna nila tua, sangat jelas di
antara kedua mata Vincent Liong (19). Murid kelas dua tingkat SLTA
di Gandhi International School itu sudah menulis buku pada usia 14
tahun dan bukunya diterbitkan oleh penerbit terkemuka di Indonesia. Buku
Berlindung di Bawah Payung itu merupakan refleksi, berdasarkan
kejadian sehari- hari yang sangat sederhana.
>
> Pergulatan pemikiran yang muncul dalam tulisan-tulisannya kemudian
seperti datang dari pemikiran orang bijak, dan menjadi bahan
pembicaraan. Pemilihan angle-nya tidak biasa, dan hampir tidak
terpikir bahkan oleh orang dewasa yang menekuni bidang itu.
Belakangan ia banyak menulis soal spiritual, namun tetap dilihat
dalam konteks ilmiah dan rasional.
>
> Mungkin karena minatnya yang sangat besar pada dunia tulis-
menulis, Vincent tidak terlalu berminat dengan beberapa mata pelajaran di
sekolahnya. Orangtuanya yang tergolong demokratis pun sering tidak
mengerti apa yang diingini anaknya yang ber-IQ antara 125-130
ini. “Dia keras kepala. Kemarin ia tidak mau ikut ujian matematika,”
sambung Liong, ayahnya.
>
> Vincent mengaku “takut” pada matematika sejak kecil, tapi mengaku
disiplin pada aturan mainnya sendiri. “Sejak kecil aku bingung pada
dogma satu tambah satu sama dengan dua. Aku juga bingung dengan ilmu
ekonomi karena dalam realitas sosial berbeda,” tegas Vincent.
>
> Toh sang ibu sudah menengarai keistimewaan anaknya sejak bayi.
Waktu SD, Vincent biasa bergaul dengan gurunya, dan orang-orang
setua gurunya. Pertanyaannya banyak dan sangat kritis. “Saya langganan
dipanggil guru bukan hanya karena anak itu sulit. tetapi juga karena
karangan-karangannya membuat guru-gurunya kagum,” ujar Ny Ina.
>
> Vincent sudah menulis tentang teleskop berdasarkan pengamatan dan
referensi pada usia SD. “Di rumah ia membawa ensiklopedi yang besar-
besar itu ke kamarnya,” ujar Ny Ina. “Kamarnya kayak kapal pecah.
Tidurnya dini hari karena menulis,” sambung Liong. “Saya sering
meminta agar ia menyelesaikan pendidikan formalnya dulu, karena
bagaimanapun itu sangat penting,” lanjut Liong.
>
> “PENDIDIKAN formal sangat penting karena anak-anak indigo harus
membumikan ‘ilmu langitnya’ untuk kebaikan manusia. Bukan
sebaliknya,” ujar Rosini (40). Ia menganjurkan, agar anak-anak yang
memiliki kemampuan berbeda itu tidak dieksploitasi oleh orangtua dan
lingkungannya untuk mencari nomor togel atau menjadi dukun atau
klenik. “Bukan itu misi anak-anak indigo,” tegas Rosi.
>
> Anak-anak itu sebenarnya punya mekanisme pertahanannya sendiri.
Annisa, misalnya. Gadis kecil berusia 4,5 tahun ini tiba-tiba
berbicara dalam bahasa Inggris beraksen Amerika begitu ia bisa
bicara pada usia 2,5 tahun. Padahal orangtuanya tidak berbahasa Inggris
dengan baik. Meski tampak menggemaskan, dalam banyak hal ia

berbicara dan bersikap seperti orang dewasa, bahkan menyebut dirinya “orang Amerika” karena “datang dari Amerika”. Nisa menyebut ibunya, Yenny bukan dengan panggilan mama.
>
> Kemampuan melihat dan mendengar Nisa sangat tajam pada pukul 23.00
sampai dini hari. Tetapi kalau secara sengaja diminta memperlihatkan
kemampuannya, ia akan menolak dengan tidak memperlihatkan kemampuan
itu sehingga ia tampak seperti anak-anak lainnya,” ujar Yenny. Kata
sang ibu, Nisa tidak mudah bersalaman dengan orang. Ia seperti tahu
orang yang suka pergi ke dukun atau memakai jimat. Namun sebagai
anak-anak Nisa juga suka menyanyi dan bermain.
>
> Jenis dan kemampuan anak indigo bermacam-macam. Meski memiliki
kepekaan yang kuat, kepekaan mendengar dan melihat sesuatu yang
tidakdidengar dan dilihat orang kebanyakan, berbeda-beda gradasinya.
>
> Menurut Lanny Kuswandi, fasilitator program relaksasi di Klinik
Prorevital, mengutip dr Erwin, “Ada tipe humanis, tipe konseptual,
tipe artis, dan tipe interdimensional. Pendekatan terhadap mereka
juga berbeda-beda,” sambungnya.
>
> Namun karena dianggap “aneh”, tak jarang diagnosisnya keliru dan
penanganannya lebih bersandar pada obat-obatan. “Ada anak indigo
yang dianggap autis, ADHD (Attention-Deficit Hyperatictve Disorder)
maupun ADD (Attention Deficit Disorder). Padahal tanda-tandanya berbeda,”
sambung Erwin. Kekeliruan semacam ini juga terjadi di AS, karena
banyak ahli menganggap anak-anak itu menderita “gangguan” yang harus
dihilangkan.
>
> “Saya beberapa kali pergi ke psikolog dan psikiater,” ujar Rosini.
Profesional di suatu perusahaan swasta terkemuka itu suatu saat
dalam hidupnya merasa sangat terganggu oleh suara-suara itu. Orangtuanya
juga merasa anaknya “aneh” karena kerap memberi tahu peristiwa yang
akan terjadi, tetapi menolak mengakui kemampuan anak itu.
>
> “Dalam tes yang dibuat oleh mereka, saya dinyatakan sehat. Tidak
ada gangguan apa pun,” sambung Rosini. Sebaliknya, ia melihat
psikolog dan psikiater yang melakukan tes terhadap dirinyalah yang
bermasalah. Ia juga pernah mencoba mencari paranormal untuk membuang
kemampuannya itu, meski suara-suara itu mengatakan “jangan”.
>
> Akhirnya Rosi berdamai dengan dirinya dan mengembalikan
kemampuannya sebagai wujud kebesaran Allah SWT, dengan berusaha
untuk terus mendekatkan diri pada Sang Pencipta. Karena itu ia ingin
membantu orangtua dengan anak-anak indigo agar anak- anak itu tidak
melewati masa pencarian yang rumit seperti dirinya.
>
> Indigo children, menurut Erwin, bukan fenomena terakhir, karena
akan lahir anak-anak yang disebut sebagai crystal children. “Anak-
anak dengan warna dasar aura, bening dan lengkap. Mereka lahir dari
orangtua yang spiritual.”
>
> Mungkin Cita (9) termasuk anak itu. Keluarganya, sampai nenek-
neneknya, spiritualis. Ia bisa melihat sinar dan malaikat di rumah
ibadah, khususnya ketika orang-orang sedang berdoa. Ini hanya salah
satu kemampuan “melihat” milik anak yang selalu mendapat rangking di
sekolah itu. Cita tahu kapan hujan akan turun hari itu dan
sebaliknya, meskipun mendung sudah menggantung.
>
> “Ia menjadi teman dan penasihat kami, bapak-ibunya. Di sekolah, di
keluarga besar kami, terasa ia menebarkan aura kedamaian dan
kebahagiaan. Anak itu sangat tenang dan pemaaf,” ujar ibunya, Ny
Dita. (MH)


0   komentar

Cancel Reply